Awalnya saya tidak ingin ikut campur dalam masalah ini, karna memang masih banyak hal yang perlu saya selesaikan. Daripada hanya sekedar gurauan tidak jelas dan tidak perlu semacam ini. Aku lebih ingin fokus berkarya. Saya sudah yakin, bahwa yang membuat masalah dan yang merasa dipermasalahkan sudah cukup dewasa dalam melihat problem ini, kemudian menyelesaikannya.Namun kenyataan yang terjadi justru malah sebaliknya. Karna begitu bodohnya kita, sehingga obyektivitas itu tidak ada dan rasa benci kemudian lahir. Ketika ada permasalahan, semua punya asumsi yang dianggap paling benar...hal ini kemudian dilanjutkan pada sebuah forum yang sifatnya semu..ya..forum dunia maya. Ini kemudian bergulir bak bola salju yang semakin besar. Karna tidak adanya klarifikasi langsung (face to face) dari masing-masing pihak. Mereka tidak sadar bahwa dunia maya seringkali mengkorupsi maksud kita. Esensi dari kalimat yang kita ucapkan seringkali tidak tersampaikan. Ketika kita membaca suatu kalimat. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya,
1. Psikologi si Pembaca,
2. Intonasi bacaannya.
3. Pihak ke 3 yang menjadi kompor
Tentang psikologi si pembaca. Pada suatu waktu kita dihadapkan pada masalah pribadi yang begitu pelik, Tugas kuliah yang belum selesai, kegiatan organisasi yang sudah semakin dekat dengan jadwal yang sudah ditentukan, ditambah masalah pribadi dengan keluarga yang masih terbengkalai, dan juga masih ada sisa-sisa kebencian kepada orang yang pernah ada masalah dengan kita. Tiba-tiba kita membuka pesan dalam sebuah group, yang didalamnya berisi tentang hal yang tidak membuat kita nyaman. Sampai disini kita sudah dihadapkan kepada pintu kebencian. Tinggal pilihan kita, masuk dalam pintu itu atau tidak. Dan yang terjadi, semuanya "check in" dalam pintu tersebut. Masalah belum selesai sampai disini. Dilanjutkan dengan yang kedua yaitu masalah intonasi bacaannya. Mengenai pentingnya intonasi bacaan. Kita ambil contoh dari dua cerita berikut:
Dalam sebuah acara silaturrahmi dengan kawan kita. Ada sesi makan-makan didalamnya. Sebelum berangkat, kita sudah diminta oleh orangtua kita untuk makan terlebih dahulu, karena sejak pagi hari kita masih belum makan. Akhirnya dengan lahap kita segera makan hingga menghabiskan dua piring. Lalu berangkat keacara silaturrahmi. Ketika acara, ada seorang teman yang bilang kepada kita "Bro, kamu makan atau tidak?". Karena masih kenyang, kita jawab "tidak".
Ada satu cerita lagi. Disebuah asrama, ada orang yang kehilangan uang 5juta, dan HP ber-merk terkenal dan perhiasan berharga. Tiba-tiba ada seorang yang menuduh kita. "Hey, kamu ya yang mencuri barang-barang si fulan?". dan kita pun menjawab "tidak".
PERTANYAAN SAYA, dari dua cerita diatas, ketika kita sama-sama mengatakan kata "TIDAK", apakah INTONASINYA SAMA, antara yang DISURUH MAKAN dan DITUDUH MENCURI? ...saya yakin, intonasinya akan BERBEDA.
Dan inilah yang terjadi ketika KITA SEDANG MEMBACA Whatsapp dari group. INTONASI BACAAN KITA AKAN BERPENGARUH TERHADAP REAKSI KITA.
inilah kelemahan media sosial yang saat ini ada, itulah mengapa kita diminta untuk sering-sering silturrahmi oleh Uswah Hasanah kita. agar tidak terjadi kesalahan persepsi dari masing-masing pihak. Apalagi di era Teknologi informasi ini. Manusia sudah semakin asyik dengan dunianya sendiri. Hingga lupa bahwa ada tetangganya yang sedang kelaparan, ada tetangganya yang menderita kebodohan dan keterbelakangan.
1. Psikologi si Pembaca,
2. Intonasi bacaannya.
3. Pihak ke 3 yang menjadi kompor
Tentang psikologi si pembaca. Pada suatu waktu kita dihadapkan pada masalah pribadi yang begitu pelik, Tugas kuliah yang belum selesai, kegiatan organisasi yang sudah semakin dekat dengan jadwal yang sudah ditentukan, ditambah masalah pribadi dengan keluarga yang masih terbengkalai, dan juga masih ada sisa-sisa kebencian kepada orang yang pernah ada masalah dengan kita. Tiba-tiba kita membuka pesan dalam sebuah group, yang didalamnya berisi tentang hal yang tidak membuat kita nyaman. Sampai disini kita sudah dihadapkan kepada pintu kebencian. Tinggal pilihan kita, masuk dalam pintu itu atau tidak. Dan yang terjadi, semuanya "check in" dalam pintu tersebut. Masalah belum selesai sampai disini. Dilanjutkan dengan yang kedua yaitu masalah intonasi bacaannya. Mengenai pentingnya intonasi bacaan. Kita ambil contoh dari dua cerita berikut:
Dalam sebuah acara silaturrahmi dengan kawan kita. Ada sesi makan-makan didalamnya. Sebelum berangkat, kita sudah diminta oleh orangtua kita untuk makan terlebih dahulu, karena sejak pagi hari kita masih belum makan. Akhirnya dengan lahap kita segera makan hingga menghabiskan dua piring. Lalu berangkat keacara silaturrahmi. Ketika acara, ada seorang teman yang bilang kepada kita "Bro, kamu makan atau tidak?". Karena masih kenyang, kita jawab "tidak".
Ada satu cerita lagi. Disebuah asrama, ada orang yang kehilangan uang 5juta, dan HP ber-merk terkenal dan perhiasan berharga. Tiba-tiba ada seorang yang menuduh kita. "Hey, kamu ya yang mencuri barang-barang si fulan?". dan kita pun menjawab "tidak".
PERTANYAAN SAYA, dari dua cerita diatas, ketika kita sama-sama mengatakan kata "TIDAK", apakah INTONASINYA SAMA, antara yang DISURUH MAKAN dan DITUDUH MENCURI? ...saya yakin, intonasinya akan BERBEDA.
Dan inilah yang terjadi ketika KITA SEDANG MEMBACA Whatsapp dari group. INTONASI BACAAN KITA AKAN BERPENGARUH TERHADAP REAKSI KITA.
inilah kelemahan media sosial yang saat ini ada, itulah mengapa kita diminta untuk sering-sering silturrahmi oleh Uswah Hasanah kita. agar tidak terjadi kesalahan persepsi dari masing-masing pihak. Apalagi di era Teknologi informasi ini. Manusia sudah semakin asyik dengan dunianya sendiri. Hingga lupa bahwa ada tetangganya yang sedang kelaparan, ada tetangganya yang menderita kebodohan dan keterbelakangan.
Selanjutnya, Di Pihak ketiga adalah supproter yang menjadi "kompor". Ia datang dengan tiba-tiba, ditambah lagi ia tidak tau duduk permasalahannya kemudian ikut campur, tanpa melihat permasalahan yang ada dan langsung nimbrung begitu saja. Tanpa melihat history chat-nya. Akhirnya, semakin lengkaplah permasalahan itu. Dan yang terjadi, Bola salju yang awalnya hanya sebesar biji kelereng membesar hingga menyamai Planet Jupiter(Planet terbesar dalam tata surya kita). Hmmm...aku pun heran. Cobalah yang membuat permasalahan itu duduk bareng. Ngopi dulu biar tidak salah paham. Saya yakin kok, insyaAllah nanti akan ketemu jalan terangnya. Sedikit saya kutip kata-kata dari seseorang yang bernama Kang Asep dalam sebuah forum diskusinya yang barangkali bisa buat bekal ngopi+diskusi nanti. "Diskusi adalah usaha saling membantu dalam memahami struktur realitas melalui jalan komunikasi berlandaskan pada rasa hormat dan kasih sayang."Semakin kita kejar kebencian itu semakin kita membenarkan apa yang kita lakukan, bahkan tak jarang darahpun kadang tertumpah(koyo wong mbeleh pitik ae). Mungkin bisa dijadikan sebagai bahan renungan buat mereka yang sudi menerimanya.
Salam Cinta,
Tooricg Agfa PW
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Memaafkan adalah membuat keputusan terbaik, untuk tidak membiarkan orang yang pernah menyakiti hati kita, memiliki kekuatan lagi untuk terus-menerus melukai hati kita" Gandhi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar