Dia begitu sederhana, ditengah glamournya kehidupan masa kini. Umumnya seorang wanita, berdandan 'menor' dan menggunakan pakaian serta aksesoris mode terbaru merupakan sebuah hal yg tak mengherankan saat ini. Namun tidak dengan yang satu ini. Tak banyak yang ia poleskan di wajahnya saat hendak bepergian. Gaun yg ia kenakan pun tak selalu baru, bahkan mode lama yg karena bagusnya cara merawatnya masih tetap awet. Tak banyak ia meminta, ia hanya ingin merawat keluarga barunya dengan baik. Si kecil yg semakin cerdas, juga seorang suami yg saat ini masih berpenghasilan pas-pasan ditengah derasnya kebutuhan hidup.
Sejak awal, memang telah menjadi komitmen bersama, untuk mengawali kehidupan baru betul-betul dari nol. Mungkin telah umum diketahui bahwa kehidupan di awal rumahtangga memang penuh perjuangan. Komitmen yang kita bangun, memang tentang perjuangan. Karena hidup ini memang tempat berjuang. Jika ingin makan nasi yg ada di piring, kita harus rela mengambilnya dengan sendok dan mengunyahnya. Jika haus, kita juga harus menuangkan air kedalam gelas dan berjuang untuk meneguknya sedikit demi sedikit. Jika ingin mendapatkan nasi mesti ada yg harus berjuang menanam dan memeliharanya selama paling sedikit 3 bulan. Saat panen tiba harus pula mengetam, lalu menggiling padi, setelah jadi beras baru dimasak, terakhir di sajikan. Bukankah itu semua adalah bentuk perjuangan? Bahkan seperti yang telah diutarakan diatas, setelah nasi tersaji, kita masih dituntut untuk berjuang menyuap nasi dan mengunyahnya. Ini semua adalah perjuangan, dan sejak awal kami telah berkomitmen untuk itu.
Ucap syukurku selalu mengiringi terutama saat aku melihat wajah istriku. Meski aku tak selalu langsung katakan kepadanya namun aku berusaha untuk mewujudkan kasih sayangku sebaik yang aku mampu. Aku tak seromantis drama Korea. Namun cinta kasihku selalu kuwujudkan dalam tindakan, meski sederhana. Aku tak mengabaikan segala dedikasi yang ia berikan padaku. Aku selalu memperhatikan. Karena itu saat ia sedikit melakukan kesalahan aku tak langsung memarahinya. Satu ketika ia tampak merasa bersalah saat melihat anaknya terjatuh dan benjol dikepala, ia sampaikan kepadaku, aku hanya bertanya apa sebabnya dan mengapa bisa terjadi? dan diakhir pembicaraan kututup dengan "itu proses pembelajaran anak". Aku cukup mengerti bahwa ini adalah kewajiban yg tak mudah. Aku telah mempercayakan padanya tentang anak. Terimakasih atas segala dedikasinya.
RSUA Ponorogo, 21 Pebruari 2019 02:29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar