Oleh : mas to’o
Siang itu, udara begitu
panas, hujan pun belum tampak ingin turun. Niat untuk pulang kuurungkan
sebentar, hasrat untuk bertemu keluarga tercinta sejenak kuletakkan dalam
tumpukan keinginan dalam hati. Aku berjalan menuju sebuah tempat. Tempat untuk
persinggahan para kaum yang sedang haus ilmu, tak jarang pula helm dan sepatu
pun ikut bermalam disana. Rasa rinduku biasa terobati karena singgah ditempat
itu, bertemu dengan mereka yang sedang asyik bercengkrama. Entah masalah dunia
kampus, hubungan antar teman, maupun masalah pribadi yang coba untuk dicarikan
solusi.
Kupandangi sekilas dari
kejauhan sembari berjalan menuju tempat itu. Motor yang biasa berderet bak
pasukan yang hendak beretempur pun tak tampak. Kian mendekat akupun mencoba
untuk menghibur diri, “ah biasanya ada beberapa orang didalam yang sedang
mendiskusikan sesuatu, motor bukan jaminan keberadaan mereka.” Bisikku dalam
hati. Hingga tiba langkah terakhir sampai depan pintu. Kudapati gembok besar
dengan mata kunci berada di kolong pintu meminta untuk segera dijodohkan. Tak
ada secuilpun manusia didalamnya. Tak selesai sampai disitu, aku masuk lalu
kubuka pintu lebar-lebar. Hanya untuk sekedar memancing barangkali ada yang
sudi mampir untuk sekedar say hallo.
Menit pun tlah berganti dengan jam. Kesepian yang semakin menjadi itu tak
terobati, jarum jam yang senantiasa mengiringi setiap detak jantungku pun tak
terdengar sejak aku masuk tadi. Aku menoleh kearah sang penunjuk waktu itu, ia
ternyata tlah tewas entah berapa lama. Kabar sakitnya pun sepertinya tak ada
yang tau.
Lantai pun seolah
berbicara kepadaku, ia tlah diselimuti debu untuk beberapa waktu lamanya,
perlahan kusibak daun pintu. Biasa disitu kudapatkan sapu yang sudah mulai habis
ujungnya,dulu. Tampaknya ia masih begitu setia berada disana, perlahan kucoba
untuk sedikit menyisihkan apa yang ada diatas lantai untuk kubersihkan.
Beberapa waktu lalu seringkali helm kudapatkan berjajar, bahkan untuk lewatpun
tak ada ruang. Kemana gerangan helm-helm itu? Mungkin helm-helm itu sudah
dijual oleh pemiliknya, untuk biaya kuliah yang kian hari kian mahal, hingga
tak tersisa satupun disana. Lagi lagi aku memang harus menghibur diri.
Lemari berjajar penuh
dengan benda-benda lama, buku-buku hampir dari seluruh fakutas ada, obat-obatan
yang aku juga tidak tau obat untuk apa. Barangkali obat kuat, kuat mikir, kuat
bekerja, kuat belajar dll yang bisa jadi sudah expired; serta beberapa kardus
yang tertumpuk rapi diatas lemari, ia begitu tinggi-- hampir menyentuh plavon
ruangan ini, perlu waktu sehari semalam untuk mencapai puncaknya, jika aku
menjadi seekor semut. Aku tak tau apa isi kardus-kardus itu. Semua barang itu makin hari makin tak tersentuh oleh
tangan-tangan kreatif seorang terpelajar. Hingga terasa ruangan ini begitu
sunyi ditengah hiruk-pikuk kesibukan kampus disiang ini. Kelambu jendela kusibakkan,
cahaya pun mengisi ruangan, tapi tidak hatiku. Hati yang rindu akan kehadiran
sekelompok manusia dengan beberapa gagasan yang akan diwujudkan. Yang biasanya
sering kutemui diruangan ini. Tapi itu dulu, beberapa waktu lalu, tidak
sekarang. Untuk sedikit mengisi kesunyian ini, kunyalakan Televisi yang duduk
manis ditempatnya. Tombol on/off kutekan beberapa kali(karena biasanya memang
begitu cara menyalakannya), tapi ia pun tak kunjung hidup. Ia memang sudah
enggan hidup, karena di ruangan itu sebagian kawannya telah mati, tanpa nafas
tanpa gerak. Ia kesepian tampaknya, kasian kau TV. Untuk menghilangkan rasa
panas ini, aku pun mencoba untuk menyalakan kipas. Tapi hal yang sama
kutemukan, ia juga telah memiliki gelar baru “Alm.”. Sayang sekali kau kipas,
nasibmu tak ubahnya yang lain.
Timbul tanda tanya dalam
hatiku, sudahkah ruangan ini beralih fungsi? Atau mungkin memang sudah ada
larangan untuk memasukinya, hingga tak secuilpun manusia yang datang selama
beberapa jam aku disini. Tapi tak ada kutemukan tulisan larangan itu.. Atau
mungkin hari ini hari libur? Ah, bukan, hari ini hari efektif. Hari dimana sang
mahasiswa biasa datang bergerombol bersama sahabat karibnya menuju kampus
tercinta, Kampus Merah. Tanda tanya yang semakin lama semakin terkumpul didalam
benak ini, pelan-pelan kujawab satu persatu. Tentu dengan jawaban yang benar
dan tepat, menurut daya khayalku. Dan lagi, jawabanku itu hanya sekedar untuk
menghibur diri, tak lebih.
Kasihan sekali aku hari
ini, hanya ditemani oleh mayat-mayat yang sedang bergelimpangan tak terawat.
Perlahan ruangan itu kutinggalkan. Kututup daun pintu pelan, dan....tak bisa.
Aku harus menarik lebih keras hingga keluar suara yang hampir mirip dengan suara
dobrakan pintu. Ya, aku harus sedikit memaksa untuk bisa menutup daun pintu itu
dengan rapat. Ia telah menjadi saksi betapa banyak orang yang datang, dulu,
beberapa waktu yang lalu. Hingga handle pintu
itupun telah patah, dan tak karuan bangkainya kemana. Aku tak mampu lagi untuk
menghibur diri, stok kata-kata untuk itu tlah habis dalam pikiranku, lagipula
logikaku sudah tak sudi menerima hiburan semacam itu. Akhirnya aku hanya bisa
berharap, tak banyak harapanku, barangkali besok atau lusa aku bisa bertemu
dengan penghuni-penghuni ruangan itu. Seperti beberapa waktu yang lalu. Mudah-mudahan.
Baiturridho,
16/05/2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar