Senin, 16 Mei 2016

Bahkan Jarum Jam pun Enggan Hidup

Oleh : mas to’o
Siang itu, udara begitu panas, hujan pun belum tampak ingin turun. Niat untuk pulang kuurungkan sebentar, hasrat untuk bertemu keluarga tercinta sejenak kuletakkan dalam tumpukan keinginan dalam hati. Aku berjalan menuju sebuah tempat. Tempat untuk persinggahan para kaum yang sedang haus ilmu, tak jarang pula helm dan sepatu pun ikut bermalam disana. Rasa rinduku biasa terobati karena singgah ditempat itu, bertemu dengan mereka yang sedang asyik bercengkrama. Entah masalah dunia kampus, hubungan antar teman, maupun masalah pribadi yang coba untuk dicarikan solusi.
Kupandangi sekilas dari kejauhan sembari berjalan menuju tempat itu. Motor yang biasa berderet bak pasukan yang hendak beretempur pun tak tampak. Kian mendekat akupun mencoba untuk menghibur diri, “ah biasanya ada beberapa orang didalam yang sedang mendiskusikan sesuatu, motor bukan jaminan keberadaan mereka.” Bisikku dalam hati. Hingga tiba langkah terakhir sampai depan pintu. Kudapati gembok besar dengan mata kunci berada di kolong pintu meminta untuk segera dijodohkan. Tak ada secuilpun manusia didalamnya. Tak selesai sampai disitu, aku masuk lalu kubuka pintu lebar-lebar. Hanya untuk sekedar memancing barangkali ada yang sudi mampir untuk sekedar say hallo. Menit pun tlah berganti dengan jam. Kesepian yang semakin menjadi itu tak terobati, jarum jam yang senantiasa mengiringi setiap detak jantungku pun tak terdengar sejak aku masuk tadi. Aku menoleh kearah sang penunjuk waktu itu, ia ternyata tlah tewas entah berapa lama. Kabar sakitnya pun sepertinya tak ada yang tau.
Lantai pun seolah berbicara kepadaku, ia tlah diselimuti debu untuk beberapa waktu lamanya, perlahan kusibak daun pintu. Biasa disitu kudapatkan sapu yang sudah mulai habis ujungnya,dulu. Tampaknya ia masih begitu setia berada disana, perlahan kucoba untuk sedikit menyisihkan apa yang ada diatas lantai untuk kubersihkan. Beberapa waktu lalu seringkali helm kudapatkan berjajar, bahkan untuk lewatpun tak ada ruang. Kemana gerangan helm-helm itu? Mungkin helm-helm itu sudah dijual oleh pemiliknya, untuk biaya kuliah yang kian hari kian mahal, hingga tak tersisa satupun disana. Lagi lagi aku memang harus menghibur diri.
Lemari berjajar penuh dengan benda-benda lama, buku-buku hampir dari seluruh fakutas ada, obat-obatan yang aku juga tidak tau obat untuk apa. Barangkali obat kuat, kuat mikir, kuat bekerja, kuat belajar dll yang bisa jadi sudah expired; serta beberapa kardus yang tertumpuk rapi diatas lemari, ia begitu tinggi-- hampir menyentuh plavon ruangan ini, perlu waktu sehari semalam untuk mencapai puncaknya, jika aku menjadi seekor semut. Aku tak tau apa isi kardus-kardus itu. Semua barang itu  makin hari makin tak tersentuh oleh tangan-tangan kreatif seorang terpelajar. Hingga terasa ruangan ini begitu sunyi ditengah hiruk-pikuk kesibukan kampus disiang ini. Kelambu jendela kusibakkan, cahaya pun mengisi ruangan, tapi tidak hatiku. Hati yang rindu akan kehadiran sekelompok manusia dengan beberapa gagasan yang akan diwujudkan. Yang biasanya sering kutemui diruangan ini. Tapi itu dulu, beberapa waktu lalu, tidak sekarang. Untuk sedikit mengisi kesunyian ini, kunyalakan Televisi yang duduk manis ditempatnya. Tombol on/off kutekan beberapa kali(karena biasanya memang begitu cara menyalakannya), tapi ia pun tak kunjung hidup. Ia memang sudah enggan hidup, karena di ruangan itu sebagian kawannya telah mati, tanpa nafas tanpa gerak. Ia kesepian tampaknya, kasian kau TV. Untuk menghilangkan rasa panas ini, aku pun mencoba untuk menyalakan kipas. Tapi hal yang sama kutemukan, ia juga telah memiliki gelar baru “Alm.”. Sayang sekali kau kipas, nasibmu tak ubahnya yang lain.
Timbul tanda tanya dalam hatiku, sudahkah ruangan ini beralih fungsi? Atau mungkin memang sudah ada larangan untuk memasukinya, hingga tak secuilpun manusia yang datang selama beberapa jam aku disini. Tapi tak ada kutemukan tulisan larangan itu.. Atau mungkin hari ini hari libur? Ah, bukan, hari ini hari efektif. Hari dimana sang mahasiswa biasa datang bergerombol bersama sahabat karibnya menuju kampus tercinta, Kampus Merah. Tanda tanya yang semakin lama semakin terkumpul didalam benak ini, pelan-pelan kujawab satu persatu. Tentu dengan jawaban yang benar dan tepat, menurut daya khayalku. Dan lagi, jawabanku itu hanya sekedar untuk menghibur diri, tak lebih.
Kasihan sekali aku hari ini, hanya ditemani oleh mayat-mayat yang sedang bergelimpangan tak terawat. Perlahan ruangan itu kutinggalkan. Kututup daun pintu pelan, dan....tak bisa. Aku harus menarik lebih keras hingga keluar suara yang hampir mirip dengan suara dobrakan pintu. Ya, aku harus sedikit memaksa untuk bisa menutup daun pintu itu dengan rapat. Ia telah menjadi saksi betapa banyak orang yang datang, dulu, beberapa waktu yang lalu. Hingga handle pintu itupun telah patah, dan tak karuan bangkainya kemana. Aku tak mampu lagi untuk menghibur diri, stok kata-kata untuk itu tlah habis dalam pikiranku, lagipula logikaku sudah tak sudi menerima hiburan semacam itu. Akhirnya aku hanya bisa berharap, tak banyak harapanku, barangkali besok atau lusa aku bisa bertemu dengan penghuni-penghuni ruangan itu. Seperti beberapa waktu yang lalu. Mudah-mudahan.
                                                                         Baiturridho, 16/05/2016
                                                                                     
»»  READMORE...

Selasa, 10 Mei 2016

Kekaguman yang takkan kau temukan

Tak pernah aku meminta atau bahkan mengemis kepada seseorang untuk mengagumiku. Hubunganku kepada seseorang dalam bentuk saling hormat-menghormati. Dia menghormati aku, aku pun berusaha untuk menghormatinya. Untuk meminta di Idolakan aku tak pernah. Dan tak merasa perlu untuk itu. Aku bukan seperti yang lain, yang gila akan sebuah kehormatan diri hingga rela mengemis mohon belas kasihan bahkan menjilat untuk memperoleh sebuah peng-idolaan ataupun penghormatan berlebih.
Kalau toh  memang ada orang yang diam-diam mengagumi tanpa sepengetahuanku. Itu adalah hak mereka, hak masing-masing orang untuk bebas berfikir terhadap apa yang ia fahami. Namun aku berpesan kepada mereka itu. Tiap orang mempunyai kekurangan, bahkan seekor burung merak jantan yang indahpun, tetap memiliki kekurangan. Ia tak bisa kau paksa untuk berkokok indah seperti layaknya Ayam jantan kesayangan peliharaanmu. Ia tetap memiliki kekurangan. Aku mengatakan ini karena kebanyakan mereka ketika sudah mengagumi sesuatu, ia lupa bahwa yang ia kagumi itu hanyalah makhluk dari Yang Maha Indah. Ia tetap tak luput dari kekurangan yang menghinggapi setiap makhluk. Dan inilah memang yang terjadi dalam sebuah kehidupan fana ini. Jika toh sang pengagum itu kemudian berpaling mengagumi yang lain. Tak bisa pula aku paksakan, hanya saja jika ia tidak menyadari hidup ini, sangat mungkin untuk ia menemukan kekecewaan dalam pengembaraan mencari kekaguman itu.
Hidup ini memang berisi benar-salah, baik-buruk, indah-jelek. Cinta adalah sesuatu yang tulus. Cinta sejati, mampu melihat dan menerima kekurangan. Jika engkau mencintai, akan sulitlah kau menjelaskan dengan cukup terperinci apa penyebab kau mencintainya. Sulit untuk bisa merangkai kalimat yang bisa mewakili setiap potong cintamu itu untuk menjelaskannya. Jika kau hanya sekedar mengidolakannya/mengaguminya. Sadari bahwa ia hanyalah seonggok daging yang masih memiliki beribu kekurangan diantara beberapa hal yang menyebabkan engkau kagum. Kekaguman itu berada dibawah tingkatan Cinta. Kau takkan pernah menemukan kekaguman itu jika itu kau cari pada seorang makhluk yang bernama manusia, apalagi untuk mencapai cinta, rasanya masih cukup jauh.
                                                                                                                                                Sudut kamarku
                                                                                                                                                04/Mei/2016
»»  READMORE...

Minggu, 01 Mei 2016

01 Mei 2016

Sore hari ini, bersama temanku mencoba untuk mengurus hal yang belum terselesaikan dalam acara yang akan di selenggarakan malam selasa 2 Mei ini. Kepanitiaan yang begitu gemuk dan belum fahamnya tugas pokok dan fungsi dari masing masing sie, mengharuskan mereka yang faham kepanitiaan bekerja lebih ekstra. Sebenarnya antusiasme dari seluruh warga begitu tinggi. Hanya saja, proses organizing yang kurang maksimal menyebabkan beberapa pekerjaan tidak terkomunikasikan dan belum terselesaikan dengan baik. Namun aku bahagia melihat semua elemen masyarakat dalam dukuh ini menyambut dengan baik acara yang akan diselenggarakan.

Sedikit keluar dari bahasan yang ada, tadi aku mencoba untuk berkomunikasi dengan kepala desa berkaitan dengan Wisata Alam yang ada kurang lebih 300m dari rumahku. Disana ada Goa yang bernama Goa Kusuma. Goa ini memiliki nilai historis yang tinggi, dulu ketika zaman PKI, salahsatu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, Kyai Sahal. Pernah bersembunyi dari kejaran PKI pada waktu itu.

to be continued
»»  READMORE...

Minggu, 03 April 2016

Dalam Kesendirian

 
Kegelisahan yang akhir-akhir ini tampak dan semakin menjadi. Tidak kemudian membuatku untuk berhenti dari kerasnya perjalanan hidup ini. Aku menyakini dalam sebuah proses ini pasti akan ada hasil yang menggembirakan asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Satu diantaranya ialah aku harus tetap berjuang seperti apapun dan dalam keadaan apapun itu. Aku harus tetap bergerak, karena esensi hidup ini adalah bergerak. Pilihannya adalah bergerak atau tergantikan.
Aku tidak ingin selesai memperjuangkan hidup ini hanya untuk ego prbadiku, aku lagi-lagi memang harus mengatakan kepada diriku sendiri bahwa aku harus dan harus punya karya. Karna dengan karya itulah aku bisa memberikan buah dari keterampilan yang aku miliki, dari karya itulah nantinya aku berharap bisa memberikan perubahan pada generasi selanjutnya, generasi yang cukup aku impikan, aku tidak bisa menunggu terlalu lama hanya untuk mendengar mereka yang mungkin akan menghambat laju semangatku. Karya itulah yang nanti akan menembus batas ruang dan waktu. Karena kita hidup dibatasi oleh ruang dan waktu. Ruang yang membuat terpisah antara titik satu ke titik lainnya. Dan tentu itupun membutuhkan waktu untuk menempuh atau menggabungkan kedua titik itu. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh itu tentu menjadi sesuatu yang cukup lama ketika kedua titik berada dalam posisi yang berjauhan, smakin jauh, waktu yang dbutuhkan pun akan semakin lama. Ruang dan waktu yang membatasi kita inilah yang mengharuskan kita untuk berkarya.
Karya itulah yang akan berbicara kepada manusia di lain tempat(ruang) dan waktu. Bahkan ketika sang kreator(pencetus karya)itu telah tiada, karyanya masih saja bisa dikenang oleh para penerusnya. Disinilah kita bisa melihat betapa pentingnya arti sebuah karya. Bahkan ketika kita masih hidup pun karya itu bisa dinikmati oleh oranglain tanpa harus bertemu langsung dengan kita. Kita ambil contoh, kita berhasil menerbitkan sebuah buku. Dan buku itu adalah hasil dari jerih payah kita. Buah dari pikiran yang bisa di tuangkan dalam bentuk tulisan. Tanpa seseorang harus menemui kita, cukup dengan membaca buku kita tersebut, paling tidak, gagasan-gagasan kita yang terkandung dalam buku itu bisa digunakan. Karena untuk menemui si pembuat buku ini sulit karena terpisah tempat(ruang)nya. Disini penjelasan mengenai ruang sudah sedikit teruraikan. Selanjutnya, karya yang bisa menembus batas waktu, semisal, suatu hari kita sudah tiada. Dalam kondisi seperti ini artinya waktu yang kita miliki di dunia sudah habis. Tapi karya yang kita cetuskan itulah yang akan berbicara mengenai gagasan-gagasan kita yang sempat kita tuangkan dalam karya(buku) tersebut. Ini berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Sampai karya /buku itu hilang ditelan waktu.
#Mari_berkarya

»»  READMORE...

Jumat, 25 Maret 2016

Ketika Mencoba Keluar dari Belenggu Ini

Aku sering merenung akhir-akhir ini, seolah ada sesuatu yang memenjarakanku, memenjara kehidupanku hingga seolah-olah ada batas-batas yang tak bisa kutembus. Itu tak terlihat, hanya bisa dirasakan ketika aku berfikir, lebih mendalam tentunya. Darimana aku harus memulai merobohkan sesuatu yang menghalangiku itu? Seringkali aku berusaha membuat semacam peta strategi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Memang hal ini sudah menjadi kebiasaanku sejak dulu, aku seringkali membuat semacam peta sederhana untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang aku hadapi.
Mungkin karena kebodohan yang sedang menghinggapi diri ini hingga terkadang masalah yang kelihatan sepele pun tampak terasa berat.
Tapi jiwa optimis selalu mengalir dalam diriku(InsyaAllah begitu). Aku pernah menjadi orang yang bisa berfikir dan berjiwa besar, aku pernah melakukan sesuatu yang bahkan saat ini pun aku juga heran bahwa aku bisa melakukannya. Aku juga pernah menjadi sesuatu yang kini bisa menjadi bahan bakar semangat ketika aku melihat sisa-sisa peninggalan masa laluku itu. Aku memiliki keyakinan bahwa memang "Heroes are not born but created". Mungkin inilah yang memberi harapan kepadaku selaku orang yang begitu lemah, dengan berbagai kekurangan yang ada pada diri ini.
Suatu ketika aku juga menginginkan hadirnya seorang yang memang bisa mengerti keadaan ini, yang mampu berjuang hingga tugas-tugas ini selesai
»»  READMORE...