Selasa, 27 September 2016

Teka-teki omong kosong

Kau
Tak usah bermain teka-teki denganku
Aku hanya butuh kejujuranmu
Tak inginkah kau menterjemahkan keadaan ini
Hingga tak ada prasangka tersisa
Aku ingin melihat kenyataan secara jujur
Dan kusandingkan ia dengan iharapanku
Kuharap do'a mengikat keduanya
»»  READMORE...

Jumat, 16 September 2016

Aku Belum Cerdas

Alangkah bodohnya diri ini
Saat keadaan mempersilahkan
Begitu singkat
Namun menusuk fikiran
Kendaliku menghilang
Lepas ke Negeri Antah berantah
Aku mencoba memperbaiki keadaan
Dari setiap hal kecil yang ku sepelekan
Maafkan diri ini Tuhan
Aku belum mampu memanfaatkan waktuku
Kutunggu petunjuk, pertolongan dan bimbinganMu
»»  READMORE...

Keadaan

Engkau bisa selalu dekat
Engkau bisa selalu bersama
Engkau pun bisa selalu disampingku
Jika kau tahu
Akupun selalu berharap begitu

Namun
Perlu kau ketahui
Waktu tak selalu ada di pihak kita
Ruang pun tak selalu mengizinkan kita
untuk sekedar bertatap muka
Atau hanya sedetik bersua

Itu semua akan terlaksana
Jika izin Sang Pencipta telah tiba.
»»  READMORE...

Selasa, 06 September 2016

Selintas Lalu

Sekejap kedatangan itu
Meninggalkan bayang-bayang rindu
Hadir kembali dalam mimpi
Begitu jelas
Begitu nyata

Hingga mengungkap rasa yang sama
Apakah ini nyata?
Kenapa tiba-tiba hilang
Sadarpun hadir
Ketika dingin menyibak selimut
Bersama teriakan kokok ayam
Engkau pergi lagi


Ruang Peraduan
5/9/2016
»»  READMORE...

Senja

salah satu alat ukur kesejahteraan saat ini adalah uang
Ia juga menjadi alat ukur tinggi rendahnya martabat seseorang
tak sedikit orang yang mendekatimu dimasa kau masih begitu akrab dengan lemari ajaib,
yang bisa mengabulkan permintaan sesuai tombol yang kamu tekan
tapi menjauh ketika setelah kau tak memiliki sisa angka dalam lemari itu.
gagasan besarmu tak kan laku jika kau belum menjadi hambanya
jika kau bersahabat atas dasar makhluk ini
persahabatanmu tak lebih lama dari kilatan halilintar saat hujan
tak lebih besar dari kutu cebol
dan hanya akan sekuat galih pohon bambu
makhluk ini penting
namun ingatlah, ia hanya alat
bukan tujuan
Tetapkan tujuanmu, pakailah alat ini
namun jangan engkau mengubah tujuanmu dikala kau tak memilikinya
mungkin
banyak orang yang akan meragukanmu
namun keyakinan akan dirimu sendiri jauh lebih penting
daripada ocehan makhluk-makhluk itu
Jika Tuhan mengizinkan
suatu saat kau akan tahu
betapa remehnya Dunia ini


Senja di masjid Insur!
06/09/2016
»»  READMORE...

Minggu, 19 Juni 2016

Tinta Dan Pena

Kala tinta tlah terpisah dari pena
Saat perasaan bertarung dengan logika
Dan sang waktupun berlalu begitu saja
Inginku menghentikanmu sejenak
Berhenti dan memintamu kembali
Kembali kedalam ruang tamu
Dalam diskusi kecil
Yang tlah mengawali semua cerita ini
Ya.... Semua...
Semua yang akan kutulis dengan pena
Namun...
Sang pena kini tlah terpisah dari tintanya
Tinta yang akan menggoreskan dahsyatnya makna cinta
Tinta yang akan mengajarkan arti sebuah kepercayaan
Tinta yang akan menggambarkan arti kejujuran
Dan tinta yang akan melukiskan arti kesetiaan

Suatu saat Pena dan Tinta akan bersatu
Untuk menuliskan catatan indah dalam lembar sejarah
Kuyakin itu...

tooricg
27 juni 2014
»»  READMORE...

Karena Untuk Indah Tak Harus Mewah

Tak terasa waktu terus berjalan, tanpa mempedulikan mereka yang selalu terkejar atau bahkan terlindas olehnya. Suka dan duka memang selalu menjadi penghias cerita dalam perjalanan hidup ini. Ia memang sudah menjadi warna dalam lukisan kehidupan. Lukisan adalah bahasa sastra dalam bentuk gambar, jika warna merupakan bagian dari sastra dalam gambar, begitupun suka dan duka dalam hidup ini. Tak semua yang kita mau sudah tersedia, dan bukan menjadi tugas manusia untuk tinggal hanya menikmati apa yang ada, tanpa meramu bahan-bahan yang sudah disediakan dalam hidup. Tugas kita sebagai seorang hewan yang berpikir adalah meramu  bahan-bahan yang ada hingga menjadi sebuah karya yang bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya.
                Jika kita pada suatu waktu berada dalam tugas untuk memberi warna ‘suka’ dalam hidup, tidak pantas terlalu bangga hingga melupakan bumi dimana kita berpijak, sang kulit yang telah membungkus kacang dan juga sang ibu yang telah memberikan air susunya. Tak pantas seekor siput lepas dari cangkangnya, karena kesempurnaan sang siput ada dalam kesatuan antara tubuh dan cangkangnya. Begitupun jika kita sedang bertugas untuk memberi warna ‘duka’, jangan menjadikan diri untuk berputus asa. Seolah tak ada lagi harapan untuk bergantung, seolah tak sesaatpun engkau berhak untuk mendapat kebahagiaan, itu hanyalah pikiran sempitmu saja. Duka, kegagalan, kesedihan, bukanlah diri anda, ia tak lain hanyalah sebuah peristiwa yang segera lenyap dimakan oleh sang waktu. Percayalah bahwa mentari pagi esok hari akan terbit dan membawa kebahagiaan untuk menyempurnakan ‘gambar kehidupan’ yang telah kita lukis.

#bersambung....
»»  READMORE...

Selasa, 17 Mei 2016

SUKA ATAU BENCI ?

Pagi ini aku berada di Perpustakaan kampus, sekedar untuk menghilangkan penat dan mencari  informasi terbaru. Justru yang kudapatkan malah membuat aku penat berlebih lagi. Sehari yang lalu aku menulis sebuah artikel. Artikel yang merupakan buah dari opiniku itu kukerjakan di sebuah musholla di timur Kampus Merah. Sendiri, tidak ada teman ketika aku menulis artikel itu. Cuma untuk beberapa saat aku memang bertemu dengan beberapa orang yang sempat mampir disana. Dilanjutkan diskusi menyangkut beberapa hal. Dalam tulisanku itu aku menceritakan bahwa ada kerinduan mendalam terhadap sebuah ruangan yang didalamnya sudah jarang sekali terjamah oleh sekelompok orang yang dulu sering kutemui. Betapa rindunya aku dengan mereka, karena ketika disana aku bertemu dan membicarakan sesuatu hal untuk beberapa langkah kedepan. Namun kini ruangan itu telah sepi tak seperti sebelumnya. Aku gambarkan saking sepinya dengan sebuah judul “Bahkan Jarum Jam Pun Enggan Hidup”.
Ba’da maghrib, setelah sholat maghrib, aku bergegas menuju tempat print, meminjam motor salah seorang teman. Dengan berbekal uang seadanya, aku mencetak beberapa lembar tugas pribadi dan juga artikel itu. Rencanaku artikel tersebut akan kupasang dalam ruangan yang semakin sepi itu. Print sudah selesai hingga kemudian aku langsung menuju ke ruangan itu dan kupasang pada mading itu. Lalu aku meninggalkannya untuk melakukan tugas pribadiku selanjutnya. Malam ini bersama teman angkatan dibawahku, Awan namanya berencana akan bertemu salah satu dosen Fisipol(meskipun aku bukan orang Fisip). Ada hal yang hendak aku diskusikan.
Dosen Fisip yang hendak kutemui ternyata sedang tidak berada dirumah. Beliau sedang ada acara keluarga, dan baru bisa bertemu di hari berikutnya. Kemudian aku menuju ke kontrakan bersama kawan-kawan untuk membahas beberapa hal terkait komitmen GIM. Diantaranya, ada diskusi rutin bersama mereka. Dengan komitmen bacaan yang sudah disetting sedemikian rupa. Selesai rapat dengan mereka akupun pergi ke kampus. Untuk membetulkan laptopku yang lagi sakit. Sebelumnya kusempatkan untuk mampir dulu di tempat yang kumaksud di awal tadi. Sedikit kaget setengah kecewa, tulisanku hilang entah kemana. Aku juga tak tahu, siapa yang sudah mengambilnya. Aku coba berhipotesa bahwa ada dua kemungkinan. Kemungkinan yang pertama, ada orang yang suka tulisanku kemudian mengambilnya. Untuk digunakan secara pribadi(ini jika dasar hipotesaku adalah khusnudzon, dan itu memang yang kulakukan). Yang kedua adalah ada orang yang kurang suka dengan tulisanku, kemudian mengambil dan mungkin di simpan atau dibuangnya. Tapi sepertinya, yang kedua inilah yang lebih kuat. Meskipun dalam hati aku tetap mecoba untuk memilih yang pertama sebagai solusi yang lebih positif.
Aku mencoba untuk sabar, langsung aku bersama kawanku menuju kampus hingga kurang lebih pukul 22:00. Selesai urusanku disana, aku kemudian kembali ketempat dimana artikelku berada. Dengan harapan jika ada orang yang telah mengambilnya sudi untuk mengembalikan. Betapa tidak menghargai karya seseorang jika dia telah berlaku sedemikian. Aku tidur ditempat itu untuk mengobati kerinduanku dengan ruangan itu hingga pagi. Namun tak seorang pun datang mengembalikan tulisanku. Teringat sebuah kata dalam buku yang pernah kubaca. Seorang terpelajar harus adil semenjak dalam fikiran, apalagi dalam tindakan. Sudah adilkah perilaku ini, atau mungkin aku yang kurang adil. Tapi tulisan tersebut tidak ditujukan kepada seseorang, melainkan bertujuan untuk membangkitkan kesadaran kolektif kawan-kawan yang dulu sering datang ke ‘ruang itu’. Meskipun begitu, aku tidak seperti para pembenci yang selalu melihat dunia ini dengan kacamata benci. Jika hidup ini selalu diisi dengan benci, dengan derita karna kebencian. Itu adalah orang yang sakit.  Dan aku tidak mau menjadi orang sakit.
Hidup ini harus berani melihat realita. Jangan menjadi penakut untuk melihatnya. Untuk melihat saja kita takut, apalagi untuk menjalani? Tindakan yang sedemikian itu ada karena ada faktor, satu diantaranya adalah karena tidak berani melihat kenyataan yang ada. Hingga akhirna berusaha untuk menghilangkan realita dari kehidupan ini dengan bertindak sedemikian tak adil.
                                                                                
                                                                Perpustakaan, 17/05/2016
                                                                           Mas to’o
»»  READMORE...

Senin, 16 Mei 2016

Bahkan Jarum Jam pun Enggan Hidup

Oleh : mas to’o
Siang itu, udara begitu panas, hujan pun belum tampak ingin turun. Niat untuk pulang kuurungkan sebentar, hasrat untuk bertemu keluarga tercinta sejenak kuletakkan dalam tumpukan keinginan dalam hati. Aku berjalan menuju sebuah tempat. Tempat untuk persinggahan para kaum yang sedang haus ilmu, tak jarang pula helm dan sepatu pun ikut bermalam disana. Rasa rinduku biasa terobati karena singgah ditempat itu, bertemu dengan mereka yang sedang asyik bercengkrama. Entah masalah dunia kampus, hubungan antar teman, maupun masalah pribadi yang coba untuk dicarikan solusi.
Kupandangi sekilas dari kejauhan sembari berjalan menuju tempat itu. Motor yang biasa berderet bak pasukan yang hendak beretempur pun tak tampak. Kian mendekat akupun mencoba untuk menghibur diri, “ah biasanya ada beberapa orang didalam yang sedang mendiskusikan sesuatu, motor bukan jaminan keberadaan mereka.” Bisikku dalam hati. Hingga tiba langkah terakhir sampai depan pintu. Kudapati gembok besar dengan mata kunci berada di kolong pintu meminta untuk segera dijodohkan. Tak ada secuilpun manusia didalamnya. Tak selesai sampai disitu, aku masuk lalu kubuka pintu lebar-lebar. Hanya untuk sekedar memancing barangkali ada yang sudi mampir untuk sekedar say hallo. Menit pun tlah berganti dengan jam. Kesepian yang semakin menjadi itu tak terobati, jarum jam yang senantiasa mengiringi setiap detak jantungku pun tak terdengar sejak aku masuk tadi. Aku menoleh kearah sang penunjuk waktu itu, ia ternyata tlah tewas entah berapa lama. Kabar sakitnya pun sepertinya tak ada yang tau.
Lantai pun seolah berbicara kepadaku, ia tlah diselimuti debu untuk beberapa waktu lamanya, perlahan kusibak daun pintu. Biasa disitu kudapatkan sapu yang sudah mulai habis ujungnya,dulu. Tampaknya ia masih begitu setia berada disana, perlahan kucoba untuk sedikit menyisihkan apa yang ada diatas lantai untuk kubersihkan. Beberapa waktu lalu seringkali helm kudapatkan berjajar, bahkan untuk lewatpun tak ada ruang. Kemana gerangan helm-helm itu? Mungkin helm-helm itu sudah dijual oleh pemiliknya, untuk biaya kuliah yang kian hari kian mahal, hingga tak tersisa satupun disana. Lagi lagi aku memang harus menghibur diri.
Lemari berjajar penuh dengan benda-benda lama, buku-buku hampir dari seluruh fakutas ada, obat-obatan yang aku juga tidak tau obat untuk apa. Barangkali obat kuat, kuat mikir, kuat bekerja, kuat belajar dll yang bisa jadi sudah expired; serta beberapa kardus yang tertumpuk rapi diatas lemari, ia begitu tinggi-- hampir menyentuh plavon ruangan ini, perlu waktu sehari semalam untuk mencapai puncaknya, jika aku menjadi seekor semut. Aku tak tau apa isi kardus-kardus itu. Semua barang itu  makin hari makin tak tersentuh oleh tangan-tangan kreatif seorang terpelajar. Hingga terasa ruangan ini begitu sunyi ditengah hiruk-pikuk kesibukan kampus disiang ini. Kelambu jendela kusibakkan, cahaya pun mengisi ruangan, tapi tidak hatiku. Hati yang rindu akan kehadiran sekelompok manusia dengan beberapa gagasan yang akan diwujudkan. Yang biasanya sering kutemui diruangan ini. Tapi itu dulu, beberapa waktu lalu, tidak sekarang. Untuk sedikit mengisi kesunyian ini, kunyalakan Televisi yang duduk manis ditempatnya. Tombol on/off kutekan beberapa kali(karena biasanya memang begitu cara menyalakannya), tapi ia pun tak kunjung hidup. Ia memang sudah enggan hidup, karena di ruangan itu sebagian kawannya telah mati, tanpa nafas tanpa gerak. Ia kesepian tampaknya, kasian kau TV. Untuk menghilangkan rasa panas ini, aku pun mencoba untuk menyalakan kipas. Tapi hal yang sama kutemukan, ia juga telah memiliki gelar baru “Alm.”. Sayang sekali kau kipas, nasibmu tak ubahnya yang lain.
Timbul tanda tanya dalam hatiku, sudahkah ruangan ini beralih fungsi? Atau mungkin memang sudah ada larangan untuk memasukinya, hingga tak secuilpun manusia yang datang selama beberapa jam aku disini. Tapi tak ada kutemukan tulisan larangan itu.. Atau mungkin hari ini hari libur? Ah, bukan, hari ini hari efektif. Hari dimana sang mahasiswa biasa datang bergerombol bersama sahabat karibnya menuju kampus tercinta, Kampus Merah. Tanda tanya yang semakin lama semakin terkumpul didalam benak ini, pelan-pelan kujawab satu persatu. Tentu dengan jawaban yang benar dan tepat, menurut daya khayalku. Dan lagi, jawabanku itu hanya sekedar untuk menghibur diri, tak lebih.
Kasihan sekali aku hari ini, hanya ditemani oleh mayat-mayat yang sedang bergelimpangan tak terawat. Perlahan ruangan itu kutinggalkan. Kututup daun pintu pelan, dan....tak bisa. Aku harus menarik lebih keras hingga keluar suara yang hampir mirip dengan suara dobrakan pintu. Ya, aku harus sedikit memaksa untuk bisa menutup daun pintu itu dengan rapat. Ia telah menjadi saksi betapa banyak orang yang datang, dulu, beberapa waktu yang lalu. Hingga handle pintu itupun telah patah, dan tak karuan bangkainya kemana. Aku tak mampu lagi untuk menghibur diri, stok kata-kata untuk itu tlah habis dalam pikiranku, lagipula logikaku sudah tak sudi menerima hiburan semacam itu. Akhirnya aku hanya bisa berharap, tak banyak harapanku, barangkali besok atau lusa aku bisa bertemu dengan penghuni-penghuni ruangan itu. Seperti beberapa waktu yang lalu. Mudah-mudahan.
                                                                         Baiturridho, 16/05/2016
                                                                                     
»»  READMORE...

Selasa, 10 Mei 2016

Kekaguman yang takkan kau temukan

Tak pernah aku meminta atau bahkan mengemis kepada seseorang untuk mengagumiku. Hubunganku kepada seseorang dalam bentuk saling hormat-menghormati. Dia menghormati aku, aku pun berusaha untuk menghormatinya. Untuk meminta di Idolakan aku tak pernah. Dan tak merasa perlu untuk itu. Aku bukan seperti yang lain, yang gila akan sebuah kehormatan diri hingga rela mengemis mohon belas kasihan bahkan menjilat untuk memperoleh sebuah peng-idolaan ataupun penghormatan berlebih.
Kalau toh  memang ada orang yang diam-diam mengagumi tanpa sepengetahuanku. Itu adalah hak mereka, hak masing-masing orang untuk bebas berfikir terhadap apa yang ia fahami. Namun aku berpesan kepada mereka itu. Tiap orang mempunyai kekurangan, bahkan seekor burung merak jantan yang indahpun, tetap memiliki kekurangan. Ia tak bisa kau paksa untuk berkokok indah seperti layaknya Ayam jantan kesayangan peliharaanmu. Ia tetap memiliki kekurangan. Aku mengatakan ini karena kebanyakan mereka ketika sudah mengagumi sesuatu, ia lupa bahwa yang ia kagumi itu hanyalah makhluk dari Yang Maha Indah. Ia tetap tak luput dari kekurangan yang menghinggapi setiap makhluk. Dan inilah memang yang terjadi dalam sebuah kehidupan fana ini. Jika toh sang pengagum itu kemudian berpaling mengagumi yang lain. Tak bisa pula aku paksakan, hanya saja jika ia tidak menyadari hidup ini, sangat mungkin untuk ia menemukan kekecewaan dalam pengembaraan mencari kekaguman itu.
Hidup ini memang berisi benar-salah, baik-buruk, indah-jelek. Cinta adalah sesuatu yang tulus. Cinta sejati, mampu melihat dan menerima kekurangan. Jika engkau mencintai, akan sulitlah kau menjelaskan dengan cukup terperinci apa penyebab kau mencintainya. Sulit untuk bisa merangkai kalimat yang bisa mewakili setiap potong cintamu itu untuk menjelaskannya. Jika kau hanya sekedar mengidolakannya/mengaguminya. Sadari bahwa ia hanyalah seonggok daging yang masih memiliki beribu kekurangan diantara beberapa hal yang menyebabkan engkau kagum. Kekaguman itu berada dibawah tingkatan Cinta. Kau takkan pernah menemukan kekaguman itu jika itu kau cari pada seorang makhluk yang bernama manusia, apalagi untuk mencapai cinta, rasanya masih cukup jauh.
                                                                                                                                                Sudut kamarku
                                                                                                                                                04/Mei/2016
»»  READMORE...

Minggu, 01 Mei 2016

01 Mei 2016

Sore hari ini, bersama temanku mencoba untuk mengurus hal yang belum terselesaikan dalam acara yang akan di selenggarakan malam selasa 2 Mei ini. Kepanitiaan yang begitu gemuk dan belum fahamnya tugas pokok dan fungsi dari masing masing sie, mengharuskan mereka yang faham kepanitiaan bekerja lebih ekstra. Sebenarnya antusiasme dari seluruh warga begitu tinggi. Hanya saja, proses organizing yang kurang maksimal menyebabkan beberapa pekerjaan tidak terkomunikasikan dan belum terselesaikan dengan baik. Namun aku bahagia melihat semua elemen masyarakat dalam dukuh ini menyambut dengan baik acara yang akan diselenggarakan.

Sedikit keluar dari bahasan yang ada, tadi aku mencoba untuk berkomunikasi dengan kepala desa berkaitan dengan Wisata Alam yang ada kurang lebih 300m dari rumahku. Disana ada Goa yang bernama Goa Kusuma. Goa ini memiliki nilai historis yang tinggi, dulu ketika zaman PKI, salahsatu pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, Kyai Sahal. Pernah bersembunyi dari kejaran PKI pada waktu itu.

to be continued
»»  READMORE...

Minggu, 03 April 2016

Dalam Kesendirian

 
Kegelisahan yang akhir-akhir ini tampak dan semakin menjadi. Tidak kemudian membuatku untuk berhenti dari kerasnya perjalanan hidup ini. Aku menyakini dalam sebuah proses ini pasti akan ada hasil yang menggembirakan asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Satu diantaranya ialah aku harus tetap berjuang seperti apapun dan dalam keadaan apapun itu. Aku harus tetap bergerak, karena esensi hidup ini adalah bergerak. Pilihannya adalah bergerak atau tergantikan.
Aku tidak ingin selesai memperjuangkan hidup ini hanya untuk ego prbadiku, aku lagi-lagi memang harus mengatakan kepada diriku sendiri bahwa aku harus dan harus punya karya. Karna dengan karya itulah aku bisa memberikan buah dari keterampilan yang aku miliki, dari karya itulah nantinya aku berharap bisa memberikan perubahan pada generasi selanjutnya, generasi yang cukup aku impikan, aku tidak bisa menunggu terlalu lama hanya untuk mendengar mereka yang mungkin akan menghambat laju semangatku. Karya itulah yang nanti akan menembus batas ruang dan waktu. Karena kita hidup dibatasi oleh ruang dan waktu. Ruang yang membuat terpisah antara titik satu ke titik lainnya. Dan tentu itupun membutuhkan waktu untuk menempuh atau menggabungkan kedua titik itu. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh itu tentu menjadi sesuatu yang cukup lama ketika kedua titik berada dalam posisi yang berjauhan, smakin jauh, waktu yang dbutuhkan pun akan semakin lama. Ruang dan waktu yang membatasi kita inilah yang mengharuskan kita untuk berkarya.
Karya itulah yang akan berbicara kepada manusia di lain tempat(ruang) dan waktu. Bahkan ketika sang kreator(pencetus karya)itu telah tiada, karyanya masih saja bisa dikenang oleh para penerusnya. Disinilah kita bisa melihat betapa pentingnya arti sebuah karya. Bahkan ketika kita masih hidup pun karya itu bisa dinikmati oleh oranglain tanpa harus bertemu langsung dengan kita. Kita ambil contoh, kita berhasil menerbitkan sebuah buku. Dan buku itu adalah hasil dari jerih payah kita. Buah dari pikiran yang bisa di tuangkan dalam bentuk tulisan. Tanpa seseorang harus menemui kita, cukup dengan membaca buku kita tersebut, paling tidak, gagasan-gagasan kita yang terkandung dalam buku itu bisa digunakan. Karena untuk menemui si pembuat buku ini sulit karena terpisah tempat(ruang)nya. Disini penjelasan mengenai ruang sudah sedikit teruraikan. Selanjutnya, karya yang bisa menembus batas waktu, semisal, suatu hari kita sudah tiada. Dalam kondisi seperti ini artinya waktu yang kita miliki di dunia sudah habis. Tapi karya yang kita cetuskan itulah yang akan berbicara mengenai gagasan-gagasan kita yang sempat kita tuangkan dalam karya(buku) tersebut. Ini berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Sampai karya /buku itu hilang ditelan waktu.
#Mari_berkarya

»»  READMORE...

Jumat, 25 Maret 2016

Ketika Mencoba Keluar dari Belenggu Ini

Aku sering merenung akhir-akhir ini, seolah ada sesuatu yang memenjarakanku, memenjara kehidupanku hingga seolah-olah ada batas-batas yang tak bisa kutembus. Itu tak terlihat, hanya bisa dirasakan ketika aku berfikir, lebih mendalam tentunya. Darimana aku harus memulai merobohkan sesuatu yang menghalangiku itu? Seringkali aku berusaha membuat semacam peta strategi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Memang hal ini sudah menjadi kebiasaanku sejak dulu, aku seringkali membuat semacam peta sederhana untuk mencari jalan keluar atas permasalahan yang sedang aku hadapi.
Mungkin karena kebodohan yang sedang menghinggapi diri ini hingga terkadang masalah yang kelihatan sepele pun tampak terasa berat.
Tapi jiwa optimis selalu mengalir dalam diriku(InsyaAllah begitu). Aku pernah menjadi orang yang bisa berfikir dan berjiwa besar, aku pernah melakukan sesuatu yang bahkan saat ini pun aku juga heran bahwa aku bisa melakukannya. Aku juga pernah menjadi sesuatu yang kini bisa menjadi bahan bakar semangat ketika aku melihat sisa-sisa peninggalan masa laluku itu. Aku memiliki keyakinan bahwa memang "Heroes are not born but created". Mungkin inilah yang memberi harapan kepadaku selaku orang yang begitu lemah, dengan berbagai kekurangan yang ada pada diri ini.
Suatu ketika aku juga menginginkan hadirnya seorang yang memang bisa mengerti keadaan ini, yang mampu berjuang hingga tugas-tugas ini selesai
»»  READMORE...

Senin, 21 Maret 2016

Untuk Direnungkan

Awalnya saya tidak ingin ikut campur dalam masalah ini, karna memang masih banyak hal yang perlu saya selesaikan. Daripada hanya sekedar gurauan tidak jelas dan tidak perlu semacam ini. Aku lebih ingin fokus berkarya. Saya sudah yakin, bahwa yang membuat masalah dan yang merasa dipermasalahkan sudah cukup dewasa dalam melihat problem ini, kemudian menyelesaikannya.Namun kenyataan yang terjadi  justru malah sebaliknya. Karna begitu bodohnya kita, sehingga obyektivitas itu tidak ada dan rasa benci kemudian lahir. Ketika ada permasalahan, semua punya asumsi yang dianggap paling benar...hal ini kemudian dilanjutkan pada sebuah forum yang sifatnya semu..ya..forum dunia maya. Ini kemudian bergulir bak bola salju yang semakin besar. Karna tidak adanya klarifikasi langsung (face to face) dari masing-masing pihak. Mereka tidak sadar bahwa dunia maya seringkali mengkorupsi maksud kita. Esensi dari kalimat yang kita ucapkan seringkali tidak tersampaikan. Ketika kita membaca suatu kalimat. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya,

1. Psikologi si Pembaca,
2. Intonasi bacaannya.
3. Pihak ke 3 yang menjadi kompor

Tentang psikologi si pembaca. Pada suatu waktu kita dihadapkan pada masalah pribadi yang begitu pelik, Tugas kuliah yang belum selesai, kegiatan organisasi yang sudah semakin dekat dengan jadwal yang sudah ditentukan, ditambah masalah pribadi dengan keluarga yang masih terbengkalai, dan juga masih ada sisa-sisa kebencian kepada orang yang pernah ada masalah dengan kita. Tiba-tiba kita membuka pesan dalam sebuah group, yang didalamnya berisi tentang hal yang tidak membuat kita nyaman. Sampai disini kita sudah dihadapkan kepada pintu kebencian. Tinggal pilihan kita, masuk dalam pintu itu atau tidak. Dan yang terjadi, semuanya "check in" dalam pintu tersebut. Masalah belum selesai sampai disini. Dilanjutkan dengan yang kedua yaitu masalah intonasi bacaannya. Mengenai pentingnya intonasi bacaan. Kita ambil contoh dari dua cerita berikut:

Dalam sebuah acara silaturrahmi dengan kawan kita. Ada sesi makan-makan didalamnya. Sebelum berangkat, kita sudah diminta oleh orangtua kita untuk makan terlebih dahulu, karena sejak pagi hari kita masih belum makan. Akhirnya dengan lahap kita segera makan hingga menghabiskan dua piring. Lalu berangkat keacara silaturrahmi. Ketika acara, ada seorang teman yang bilang kepada kita "Bro, kamu makan atau tidak?". Karena masih kenyang, kita jawab "tidak".
Ada satu cerita lagi. Disebuah asrama, ada orang yang kehilangan uang 5juta, dan HP ber-merk terkenal dan perhiasan berharga. Tiba-tiba ada seorang yang menuduh kita. "Hey, kamu ya yang mencuri barang-barang si fulan?". dan kita pun menjawab "tidak".

PERTANYAAN SAYA, dari dua cerita diatas, ketika kita sama-sama mengatakan kata "TIDAK", apakah INTONASINYA SAMA, antara yang DISURUH MAKAN dan DITUDUH MENCURI? ...saya yakin, intonasinya akan BERBEDA.
Dan inilah yang terjadi ketika KITA SEDANG MEMBACA Whatsapp dari group. INTONASI BACAAN KITA AKAN BERPENGARUH TERHADAP REAKSI KITA.
inilah kelemahan media sosial yang saat ini ada, itulah mengapa kita diminta untuk sering-sering silturrahmi oleh Uswah Hasanah kita. agar tidak terjadi kesalahan persepsi dari masing-masing pihak. Apalagi di era Teknologi informasi ini. Manusia sudah semakin asyik dengan dunianya sendiri. Hingga lupa bahwa ada tetangganya yang sedang kelaparan, ada tetangganya yang menderita kebodohan dan keterbelakangan.

Selanjutnya, Di Pihak ketiga adalah supproter yang menjadi "kompor". Ia datang dengan tiba-tiba, ditambah lagi ia tidak tau duduk permasalahannya kemudian ikut campur, tanpa melihat permasalahan yang ada dan langsung nimbrung begitu saja. Tanpa melihat history chat-nya. Akhirnya, semakin lengkaplah permasalahan itu.  Dan yang terjadi, Bola salju yang awalnya hanya sebesar biji kelereng membesar hingga menyamai Planet Jupiter(Planet terbesar dalam tata surya kita). Hmmm...aku pun heran. Cobalah yang membuat permasalahan itu duduk bareng. Ngopi dulu biar tidak salah paham. Saya yakin kok, insyaAllah nanti akan ketemu jalan terangnya. Sedikit saya kutip kata-kata dari seseorang yang bernama Kang Asep dalam sebuah forum diskusinya yang barangkali bisa buat bekal ngopi+diskusi nanti. "Diskusi adalah usaha saling membantu dalam memahami struktur realitas melalui jalan komunikasi berlandaskan pada rasa hormat dan kasih sayang."Semakin kita kejar kebencian itu semakin kita membenarkan apa yang kita lakukan, bahkan tak jarang darahpun kadang tertumpah(koyo wong mbeleh pitik ae). Mungkin bisa dijadikan sebagai bahan renungan buat mereka yang sudi menerimanya.

Salam Cinta,
Tooricg Agfa PW
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Memaafkan adalah membuat keputusan terbaik, untuk tidak membiarkan orang yang pernah menyakiti hati kita, memiliki kekuatan lagi untuk terus-menerus melukai hati kita" Gandhi
 
»»  READMORE...

Kamis, 14 Januari 2016

GIM Siang Ini

Siang ini saya bersama temen-temen dalam forum GIM, mengadakan diskusi untuk launching buku perdana yang insyaAllah akan di launching tanggal 6 Februari nanti. Pertemuan ini merupakan pertemuan kedua setelah pertemuan tanggal 6 Januari lalu(sebelum tgl 6 sudah ada pertemuan untuk membuat kesepakatan pertemuan)
Siang, tadi sekitar pukul 11:30, kami dibimbing oleh P.Wahyudi beliau adalah dosen pembimbing dalam dunia tulisa menulis kami,yang memiliki semangat luarbiasa untuk bisa berbagi dengan sesama. Kami bertemu di masjid Al-Manar Rusunawa Jln. Pramuka, Ponorogo. Pertemuan siang ini tadi lebih kepada pertemuan yang sifatnya bimbingan. Bimbingan atas hasil tulisan yang sudah kita sepakati semenjak seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 6 Januari. 
Kami sudah sepakat, untuk awal-awal pembelajaran menulis ini, kami lebih fokus untuk menerbitkan tulisan terlebih dahulu, ini untuk merangsang kemauan dan keberanian menulis kami. Siang itu, saya bersama dengan P.Wahyudi, Labud, Sulton dan Salim. Jaga semangat untuk kemajuan diri dan sesama.
»»  READMORE...

Senin, 11 Januari 2016

Refresh

Sabtu sore 9 Januari 2016, bersama kawan-kawan berjumlah 6 orang (termasuk saya), kami mencoba untuk menuju tempat yang 'katanya' cukup indah, bukit Pare, terletak di kecamatan sambit, perbatasan dengan kecamatan Ngrayun.
Seperti biasa, kami jarang sekali menentukan konsep yang terlalu lama jika ingin refresh ditempat-tempat wisata Ponorogo, kecuali jika itu melibatkan orang yang cukup banyak dan memiliki tujuan tertentu. Tapi kali ini kami hanya ingin refresh sejenak, melepas penat.
Perjalanan dari Kampus kami mulai pukul 15:30, kurang lebih satu jam kemudian kami baru sampai di tempat tujuan setelah melewati jalan yang cukup extrim bagi orang-orang seperti saya(yang lain mungkin ngga'). Belum sampai di tujuan, namun kami dihentikan ditempat yang cukup indah, terutama bagi orang seperti saya, yang suka dengan ketenangan alam. Bagiku alam begitu jujur, mereka hanya memperlihatkan hasil dari apa yang telah manusia lakukan, tak punya kepentingan, mereka cukup bersahabat kepada mereka yang ramah, mereka selalu menebar senyum kepada manusia yang peduli.
Di tempat itu, aku dan kawanku berhenti untuk beberapa saat, memenuhi ego diri (selfi.red). Untuk oleh-oleh buat mereka yang ngga ikut.
Kami pun melanjutkan perjalanan ke Bukit Pare, bukit yang konon di puncaknya ada padang rumput, 45 Menit berlalu, setelah kami berulang kali bertanya kepada masyarakat sekitar akhirnya sampailah di kaki bukit itu. Motor segera kami parkir, karna waktu semakin sore tanpa menunggu lama, kami pun langsung naik menuju puncak. Dengan waktu yang tidak terlalu lama, padang rumput yang kita tuju tampak melambai-lambai, terbayar sudah perjalanan sore hari ini. Alhamdulillaah...
Thanks buat kawan-kawan...kapan-kapan kita agendakan lagi.




(nama-nama sengaja tidak saya tulis, karna belum memperoleh izin dari yang bersangkutan, =D =D =D hehe)
»»  READMORE...

Tugas Menulis di GIM (Gerakan Indonesia Menulis)

Pembagian tugas untuk Gerakan Indonesia Menulis

Tooricg
>Menjadi Pemimpin sebagai Motivator.
>Menjadi Pemimpin Bijak

Arisman
>Menjadi Pemimpin Sukses.
>Menjadi Pemimpin Cakap.

Labud
>Menjadi Pemimpin bukan Boss
>Menjadi Pemimpin Kuat/Dominan


Sultoni
>Menjadi Pemimpin Berwibawa.
>Menjadi Pemimpin Disegani.


Semoga berkah dan manfaat
»»  READMORE...